Di Balik Kehidupan Laskar Pelangi
Salah
satu novel karya Andrea Hirata yang berjudul “Laskar Pelangi” mendulang sukses
yang cukup besar. Terbukti menjadi jajaran best
seller untuk tahun 2006 – 2007 . Tak hanya dalam novelnya tetapi juga dalam
penayangan film nya yang menyita perhatian khalayak ramai. Karya ini menorehkan
gambaran baru dalam dunia sastra Indonesia. Seperti dalam petikan “sembilan
orang … baru sembilan Pamanda Guru, masih kurang satu”. Dari kutipan itu
menggambarkan kecemasan seorang guru yang sedang menunggu anak muridnya. Dimana
itupun mengacu pada pendidikan di tanah air yang kian terpuruk.
“Laskar Pelangi” merupakan novel
tetralogi pertama Andrea Hirata. Kelanjutan dari novel tersebut adalah Sang Pemimpi, Endensor,dan Maryamah Karpov. Andrea yang berlatar
belakang jiwa pendidikan ekonomi mempunyai jiwa akademisi dan backpacker dalam hidupnya. Selain itu,
ia sangat menggemari sastra di samping kimia, biologi, astronomi dan sains
fisika. Andrea yang asli anak Belitong berusaha mengangkat kehidupan di
Belitong sebagai suatu novel yang akan mengubah cara pikir bangsa Indonesia.
Dan itu pun terbukti sekarang, dengan munculnya berbagai karya yang hampir sama
dengan Andrea Hirata.
Pada dasarnya novel “Laskar Pelangi”
ini menceritakan tentang kehidupan 10 anak dari
keluarga miskin yang bersekolah (SD dan SMP) di sebuah sekolah Muhammadiyah di Belitung yang penuh dengan keterbatasan. Mereka adalah Ikal, Lintang,
Sahara, Mahar, A Kiong, Syahdan, Kucai, Borek, Trapani, dan Harun.Cerita ini
diawali tentang keberadaan sekolah yang terletak di daerah Belitong Timur itu
akan ditutup apabila muridnya tak mencapai 10 orang. Ketika awal masuk hanya
ada 9 orang yang mendaftar. Itu membuat mereka cemas, namun akhirnya datanglah
Harun yang merupakan anak SLB. Dari sinilah awal petualangan mereka. Mulai dari
penempatan tempat duduk, pertemuan mereka dengan Pak Harfan (Kepala Sekolah)
dan Bu Mus (Wali Kelas) dan pengenalan antara yang lain. Kejadian bodoh yang
dilakukan oleh Borek, pemilihan ketua kelas yang diprotes keras oleh Kucai,
kejadian ditemukannya bakat luar biasa Mahar, pengalaman cinta pertama Ikal
pada A Ling, sampai pertaruhan nyawa Lintang yang mengayuh sepeda 80 km pulang pergi dari rumahnya ke sekolah.
Nama Laskar Pelangi diberikan Bu Mus kepada
mereka karena kesenangan mereka terhadap pelangi. Di sisi lain mereka sering
mencurahkan segalanya di pohon Filicium,
pohon yang menjadi saksi bisu perjuangan mereka. Laskar Pelangi berusaha mengubah mengangkat sekolah dan daerah
mereka. Misalnya pembalasan dendam Mahar yang selalu dipojokkan kawan-kawannya
karena kesenangannya padaokultisme yang membuahkan kemenangan manis pada karnaval 17
Agustus, kejeniusan luar
biasa Lintang yang menantang serta mengalahkan Drs. Zulfikar (guru sekolah kaya
PN yang berijazah dan terkenal), dan memenangkan lomba cerdas cermat. Laskar
Pelangi mengarungi hari-hari menyenangkan, tertawa dan menangis bersama. Kisah
sepuluh kawanan ini berakhir dengan kematian ayah Lintang yang memaksa Einstein
cilik itu putus sekolah dengan sangat mengharukan, dan dilanjutkan dengan
kejadian 12 tahun kemudian di mana Ikal yang berjuang di luar pulau Belitong
kembali ke kampungnya.
Novel ini
berkaitan dengan kehidupan “Laskar Pelangi” yang jauh dari sarana dan prasarana
yang kurang. Sehingga mereka berjuang untuk menjalani hidupnya. Seperti arti persahabatan yang
ditunjukkan dari para anggota laskar pelangi. Selain ini nasehat akan arti
untuk menghargai hidup dan menghargai apa yang kita punya. Seperti menghargai
sekolah kita, persahabatan kita, dan masih banyak lagi.
Novel ini juga mengajarkan bahwa sekolah bagus belum tentu menghasilkan para pelajar yang berhasil menggapai mimpinya. Dan nasib seseorang itu ditentukan oleh Tuhan dan bukan oleh kepintaran.
Novel ini juga mengajarkan bahwa sekolah bagus belum tentu menghasilkan para pelajar yang berhasil menggapai mimpinya. Dan nasib seseorang itu ditentukan oleh Tuhan dan bukan oleh kepintaran.
Terdapat
beberapa tempat yang menjadi latarnya, antara lain : Sekolah
Muhammadiah, Gedong, Sekolah PN, Sebuah jalan di pinggir rawa,
pohon filicium, toko Sinar
Harapan, halaman kelenteng, podium kehormatan, Pangkalan Punai,
tempat lomba cerdas cermat, masjid Al Hikmah, gunung Selumur, di atas perahu,
pulau Lanun, bioskop, serta Zaal
batu. Semua tempat ini berada di
Belitong yang menggambarkan perjuangan para anak “Laskar Pelangi”.Di sini juga
terdapat kenyataan tentang ketimpangan sosial antara anak-anak Belitong yaitu
anak sekolah Muhammadiyah dan sekolah PN yang kaya di kalangan masyarakat
Belitong. Yang kemudian menimbulkan perbedaan status sosial yang cukup tinggi. Ada
yang menarik dari novel ini yaitu kehidupan warga yang belum terjamah oleh
teknologi. Contohnya mengirim berita dengan menggunakan surat.
Sehingga
terlihat bahwa wajah pendidikan formal bangsa kita dewasa ini yang kian jauh
dari pendidikan ideal. Alih-alih menjalankan fungsi pendidikan yang sebenarnya,
wajah pendidikan formal yang dipraktikkan bangsa ini adalah wajah yang
bertopeng dalam kepura-puraan dan sangat menakutkan. Pendidikan yang seharusnya
dibangun berlandaskan nilai-nilai objektivitas, keilmiahan (scientific), dan kebijaksanaan (virtue)
sebagai nilai dasar dalam ilmu pengetahuan, kini dimuati oleh nilai-nilai
sebagai ajang pencarian keuntungan (profit)
semata. Inilah wajah pendidikan kita yang lebih tunduk pada kekuasaan kapital
daripada kebenaran ilmiah dan moral kebangsaan.
Kekuatan
novel ini terletak pada sentilan humaniora tentang pentingnya pendidikan
sekolah dan sekaligus kuatnya moral agama. Novel ini wajib baca bagi generasi
muda yang terlena dengan gelimang kemudahan ekonomi dan tak lagi kenal jerih
payah untuk menggapai masa depan. Novel ini juga wajib baca bagi para pendidik,
bagi pemerintah yang selalu alpa pada
pentingnya pendidikan. Buah dari itu diantaranya adalah, kini kita menjadi
bangsa yang sering menjadi bahan olok-olok oleh bangsa lain, karena kita rajin mencetak
manusia yang tak punya kualitas.
Kelemahan
novel ini menurut saya terletak pada kata bahasa yang kadang bercampur Melayu
walaupun sudah ada penjelasan di bawah tetap saja membingungkan. Selain itu akhir
cerita yang membingungkan karena penutur “aku” tiba-tiba menjadi orang lain
bukan Ikal. Bab 34 hanya menjadi tambahan serta penjelasan dari bab sebelumnya.
Komentar
Posting Komentar