Kakak Sani
Kakak
Sani? Siapakah dia? Atau seperti apakah dia? Itulah yang ada di benak Lisa
Amalia, atau yang akrab di panggil Icha. Gadis mungil yang satu ini punya
sahabat yaitu Kakak Sani. Kakak Sani selalu menemani dia di saat apapun,
melebihi mama kandungnya sendiri. Icha hidup kesepian di rumah karena ia anak
tunggal. Terlebih lagi mama yang merupakan wanita karier dan papanya yang
pengusaha sukses. Mereka jarang punya waktu untuk kumpul keluarga karena
kesibukan mama papa Icha. Mereka hanya bisa berkumpul pada waktu sarapan pagi,
itupun sering dikejar oleh waktu. Sehingga Icha tak punya teman untuk bermain.
Namun dengan adanya Kakak Sani hidup Icha lebih berwarna.
Hari-hari
Icha diisi bersama Kakak Sani, selalu Kakak Sani ada di samping dia. Menemani
nya dalam keadaan apapun sehingga membuat Icha selalu merasa nyaman. Namun
terkadang Icha merasa aneh karena Kakak Sani hanya bicara dengannya saja, tidak
dengan orang lain.
Suatu
pagi ketika Icha sedang asyik bermain bola dengan Kakak Sani, Mbok Nah mendekat
…
“Non
Icha,sedang ngobrol sama siapa?” tanya Mbok Nah suatu saat.
“Icha
sedang ngobrol dan bermain dengan Kakak Sani! Mbok juga mau ikut main?” jawab
Icha seraya mengulurkan bola.
“Kakak
Sani? Di mana? Kok Mbok tidak lihat” tanya Mbok heran. Dalam hati Mbok
bertanya-tanya dengan sikap Non Icha.
“Itu
lho Mbok di sana sedang mengambil bola!” sahut Icha sambil menunjuk ke arah
dekat pohon.
Mbok
pun makin heran dengan tingkah laku Non Icha. Mbok pun bertanya-tanya dalam
hati sebenarnya ada apa dengan sikap Non Icha ini? Apakah mungkin dengan
kesibukan orang tuanya yang tak pernah ada waktu untuknya. Mbok hanya bisa
bertanya dalam hati. Namun karena matahari mulai terbenam dan langit sudah
berwarna pekat, Mbok pun mengajak Non Icha masuk ke dalam rumah.
***
Malam
harinya Mbok Nah menceritakan hal itu ke mama Icha. Beliau kaget ada apakah
dengan putri kecilnya tersebut. Bergegas beliau langsung ke kamar Icha, di
bukanya pintu secara perlahan. Namun dilihatnya Icha sudah tertidur dengan
pulasnya.
“Icha
ada apa dengan kamu sebenarnya? Maafkan mama jika selama ini mama sibuk dan tak
pernah ada waktu untuk Icha. Itu mama dan papa lakukan hanya untuk kebaikan
Icha. Mama dan papa ingin membahagiakan Icha dengan uang yang ada. Namun mama
salah, Icha butuh kasih sayang mama dan papa” kata mama Icha seraya mengusap
dahi Icha dengan penuh kasih sayang.
Terlihat
setetes air mata membasahi wajah mama Icha. Tergaris di wajahnya kesedihan akan
sikap putri kecilnya tersebut. Berkali-kali ditatapnya Icha dengan penuh kasih
sayang.
“Sudahlah
ma, mungkin kita harus memberikan waktu untuk kita bersama” sahut papa halus.
Dalam hatinya, papa Icha juga merasakan hal sama. Tergurat rasa penyesalan yang
dalam karena sikapnya yang selalu memuja uang tanpa memikirkan bagaimana Icha
di rumah.
Mama
pun menangis pelan di dekapan papa. Air mata yang tulus dari orang tua melihat
putrinya yang butuh keberadaan mereka. Mereka baru sadar sekarang bahwa Icha
butuh kasih sayang bukan hanya uang uang dan uang.
***
Keesokan
harinya, Icha kaget ketika melihat mama papa nya duduk dengan santai di meja
makan tanpa ponsel. Biasanya mereka tak pernah lepas dari ponsel dan alat
komunikasi lainnya.
“Lho
mama papa tidak berangkat ke kantor?” tanya Icha heran, biasanya setiap pagi mama
papa nya sudah berangkat ke kantor ketika Icha telah bangun.
“Tidak
sayang, mama sama papa ingin mengajak kamu jalan-jalan ke puncak. Kamu mau?”
kata mama dengan halus. Berharap putrinya tidak marah dan memenuhi
keinginannya.
“Puncak?
Tapi hari ini Icha ada janji sama Kakak Sani untuk bermain bola” sahut Icha
senang.
“Kakak
Sani? Siapa dia Icha? Sepertinya kamu tidak punya teman bernama Sani!” tanya
mama tegas.
“Kakak
Sani teman baik Icha, kenapa ma?” Icha balik tanya pada mama.
“Mama
tidak mau tahu siapa itu Kak Sani? Pokoknya kamu harus ikut ke puncak, harus!”
kata Mama ngotot.
“Enggak
mau, enggak dan enggak. Icha mau main sama Kakak Sani aja. Selama ini mama
kemana, baru sekarang ngajak Icha jalan-jalan. Mama selalu pergi dengan
kesibukan Mama tanpa peduli sama Icha. Apa buat mama uang lebih penting
daripada Icha” balas Icha marah.
“
Icha, kamu berani membantah mama ya!” kata mama balik memarahi Icha.
“Sabar
ma… tenang ma!” kata papa seraya menenangkan hati mama.
“Papa
tidak usah ikut campur, Icha sudah berani membantah mama!” kata mama beranjak
dari tempat duduknya.
Plakkkkk …
Tamparan yang cukup keras mendarat di muka Icha. Mama hanya terduduk lemas
setelah apa yang dilakukannya pada putri kecilnya itu. Icha pun langsung
berlari ke kamar sambil menangis tersedu. Di kamar tidurnya sudah ada Kakak
Sani yang sedang duduk di ranjang. Icha langsung memeluknya dan menceritakan
tentang yang baru saja terjadi. Kakak Sani membelai rambut Icha perlahan seraya
memberi nasihat. Icha pun tertidur dalam pelukan Kakak Sani. Ia bermimpi bahwa
Kakak Sani pergi meninggalkannya, dan berpesan supaya Icha menuruti kata-kata
mama papa dan segera minta maaf. Salam buat mama papa.
Di
sisi lain, mama menyesal telah menampar Icha. Dia lebih mementingkan egonya
daripada Icha. Mama cuma bisa menangis atas perbuatan yang ia lakukan. Papa pun
datang untuk menenangkannya. Papa tahu perasaan istrinya tersebut.
Setelah
cukup tenang, mama pun menuju kamar Icha. Di ketuk pintu seraya perlahan, namun
tak ada sahutan. Akhirnya mama masuk ke
kamar Icha. Di usapnya rambut Icha perlahan yang membuat Icha bangun.
“Icha,
maafkan mama ya! Mama menyesal “ kata mama perlahan.
“Iya
ma, sama-sama. Icha juga minta maaf sama mama!” sahut Icha.
“Makasih
Icha, mama sayang Icha!” kata mama seraya memeluk Icha.
“Ma,
tadi Kakak Sani berpesan pada Icha, supaya jangan nakal dan menuruti kata-kata
Mama dan Papa. Salam dari Kakak Sani untuk mama dan papa!” kata Icha.
Mendengar
perkataan putri kecilnya, mama teringat kenangan belasan tahun yang lalu.
Tentang anak pertamanya yang bernama Sania Karemina, atau sering ia panggil
Sani. Deg … perasaan mama bergetar hebat. Tak terasa matanya mulai berair.
“Mama
kenapa? Kok menangis?” kata Icha menyadari perubahan dalam diri mama nya.
“Icha,
dengarkan cerita mama ya. Sebenarnya Icha punya seorang kakak. Nama nya Kak
Sani. Mama hampir melupakannya karena dulu Kak Sani selalu membantah perintah
mama, mungkin juga salah mama dan papa karena sering meninggalakannya
sendirian. Sampai suatu saat Kak Sani sedang bermain sendiri di depan rumah,
tiba-tiba mobil menabraknya dan Kak Sani langsung meninggal. Padahal pagi
harinya, ia sudah memohon pada mama untuk ada di rumah tapi mama menolaknya”
jelas mama tersedu-sedu.
“Jangan-jangan
Kakak Sani itu Kak Sani yang mama maksud, soalnya ia selalu ada buat Icha dan
tak ingin Icha kesepian” kata Icha
“Mungkin
saja sayang, ayo sekarang kita pergi ke makam Kak Sani untuk mendoakannya!”
ajak mama.
Icha
pun mengangguk tanda setuju, segera saja Icha berganti pakaian. Akhirnya mama,
papa dan Icha berangkat ke makam Kak Sani. Di sana mereka berdoa untuk
ketenangan Kak Sani. Mama menangis tersedu-sedu karena hampir lupa dengan darah
dagingnya sendiri.Dari kejauhan Icha melihat bayangan Kakak Sani yang tersenyum
bahagia. Akhirnya perasaan Kakak Sani lega bisa meninggalkan Icha dengan tenang
yang sudah mendapatkan kasih sayang mama dan papa lagi.
Hutrina
Isni Pratiwi
11210141028
BSI
A
Komentar
Posting Komentar