Kekejaman Militer pada Puisi "Nyanyian dalam Kelam" karya Sutikno W.S




            Banyak makna dan artian tentang sebuah puisi. Salah satunya puisi sebagai refleksi realitas dimana berarti bahwa puisi itu berhubungan dengan kenyataan. Puisi merupakan imitasi, refleksi dan representasi dunia dan kehidupan manusia.
Secara sederhana, batang tubuh puisi terbentuk dari beberapa unsur yaitu kata, larik, bait, bunyi dan makna. Kelima unsur tersebut saling mempengaruhi keutuhan sebuah puisi.  Selain itu juga ada struktur batin dan fisik (jika diartikan sebagai struktur yang tersurat dan tersirat)
            Kumpulan puisi “Nyanyian Dalam Kelam” karya Sutikno W.S terdiri dari 2 bagian judul yaitu dan Hari-hari Bermandi Matahari Dimana puisi ini terdiri dari 29 judul puisi. Yang mana 16 judul puisi ada Hari-hari Tak Punya Siang di sedangkan 13 judul lainnya ada di Hari-hari Bermandi Matahari.

Ulasan Beberapa Puisi
Ada beberapa buah puisi dalam setiap bagian judulnya, namun yang menjadi sorot utama adalah puisi “Nyanyian dalam Kelam” yang menggambarkan keadaan orang-orang yang ditindas. Dimana Sutikno juga memposisikan dirinya sebagai orang yang tertindas. Tetapi disisi lain mereka tak ingin dikasihani maupun ditangisi. Jikalau pun ada yang harus ditangisi, itu adalah bumi dimana tempat seluruh tumpah darah dan hidup mereka. Bumilah yang menampung setiap kebebasan hidup mereka.Akhirnya Sutikno pun menuangkannya ke dalam bentuk puisi dengan pilihan diksi yang baik dan dimengerti.
            Ya, dan baginya biarlah bumi pun menampung nestapa serta air mata duka
Tembang rawan bagi kami yang tersisih dan disengsarakan
Tetapi bukan kami, orang-orang yang terampas namun tak kehilangan daya
Petikan kalimat puisi di atas menggambarkan walaupun mereka tertindas dan menderita namun  mereka tetap berusaha dan menyusun kekuatan untuk tetap bertahan dalam menghadapi setiap kenyataan. Tetap mempunyai kehendak untuk bangkit dari penindasan yang ada.
Selanjutnya dalm puisi “Nyanyian Pandak” yang menggambarkan kondisi Sutikno ketika dalam penjara. Dimana ia mengabarkan kepada istrinya untuk selalu setia dan menunggunya keluar dari penjara. Walaupun sudah beberapa dilewatinya sendiri.
Sampirkanlah di sayap-sayap lagu
Kasih dan kesetiaan yang tak terkalahkan
Dinding penjara dan tanah buangan
Puisi ini menuangkan uneg-uneg nya tentang keadaan saat ia di penjara dan merindukan istrinya. Juga melihat politik yang cukup kacau ketika itu. Mambuat Sutikno merasa geram dan kemudian menuangkannya dalam puisi yang apik.
Lalu pada puisi “Nyanyian Malam” memperlihatkan tentang situasi yang terjadi di dalam dan luar penjara. Terlihat dalam kutipan
dan
pabila pelan kuketuk pintumu
ketika bintang surut dan malam  tidak lagi bernyanyi
adalah ia segumpal damba
yang terbang ke sawang sunyi
mengetuk dinding langit
dan gugur dalam serpihan hati sendiri
 Pada terakhirDalam hal ini Sutikno merindukan akan rumah dan segala kesentosaannya menjalani hidup. Di dalam penjara ia hanya merasakan resah, gundah gulana, malam dan gelap yang kemudian diungkapkan dalam puisi. Namun harapan tentang kebebasan di luar penjara hanyalaha tinggal harapan saja.
Lalu dalam puisi “Upacara” yang menggambarkan tentang kematian seorang pejuang yang telah banyak mempertaruhkan jiwa dan raga mereka. Pejuang itu telah berhasil dan dilumpuhkan sehingga lama kelamaan pejuang semakin berkurang. Namun harus ingat satu hal bahwa ada yang tak pernah padam dan terkalahkan. Yaitu kehendak dan semangat. Untuk selalu bertarung dan meraih kemenangan. Sehingga kita terbebas dari penindasan yang tak berujung. Terlihat pada kutipan
tapi ada satu yang tak terkalahkan
ialah kehendak
untuk bertarung
dan merebut kemenangan

Tentang “Nyanyian dalam Kelam”
Dalam kumpulan puisi ini ada beberapa judul yang menggunakan kata depan Nyanyian. Dimana ia berusaha untuk tenang dalam menghadapi masalah hidupnya dengan nyanyian. Ini dilakukan untuk menghibur diri agar lepas dari penderitaan. Walaupun kumpulan puisi ini menggambarkan tentang kekejaman rezim militer (sekitar tahun 1970an) namun tetap dibawakan dengan tenang dan menghibur. Sehingga memunculkan puisi yang menghibur dan enak untuk dibaca.
Selain dalam setiap akhir puisi selalu di beri tempat dan tanggal sehingga terlihat tentang kejadian/situasi yang terjadi pada masa itu. Misalnya situasi ketika pengarang membuat puisi ini terlihat pada akhir puisi yang diberi tempat dan tahun (misalnya Aku dan Kutu Busuk 1972 – Salemba) dimana itu sekitar masa Orde Baru. Sehingga puisi menggambarkan situasi ketika itu, namun lagi-lagi Sutikno memberikan solusi dari penderitaan ataupun masalah yang berat. Walaupun Sutikno mengungkap tentang kekejaman rezim orde baru yang terjadi kala itu namun ia tetap memberikan pemecahan masalah (misalnya dalam puisi “Upacara”)Sutikno pun mampu merangkai dua sudut yang berlainan kala itu
Kalau dilihat dari perspektif pembaca, puisi Sutikno enak dinikmati karena memberikan kekayaan spiritual bagi pembacanya. Misalnya saja bagaimana seseorang dapat bertahan hidup dan melewati cobaan dari masalah yang dihadapi. Pembuatan puisi ini oleh Sutikno sekitar tahun 1970an yang memberikan situasi Sutikno saat itu sehingga diceritakan tentang perjuangannya mencapai kemenangan hidup
Biografi Singkat Sutikno W.S
Lahir di Cilacap, Jawa Tengah, 14 Oktober 1939. Memulai karier jurnalistiknya sebagai wartawan harian Gema Massa, di Semarang 1962-1964.
Tahun 1964 duduk sebagai redaktur majalah Zaman Baru, LEKRA. Ditahan pada masa orde baru tanpa proses pengadilan sejak tahun 1969, dan dikirim ke Pulau Buru sampai tahun 1979. Setelah tahun 1979 menulis fiksi bacaan anak-anak.
Kesimpulan
Kumpulan pusi “Nyanyian dalam Kelam” karya Sutikno W.S menggambarkan tentang kekejaman militer yang terjadi pada 1969 sampai 1979. Dalam situasi yang sangat mencekam  itu, Sutikno mencoba mencairkan suasana hatinya dengan menulis puisi tentang kekejaman militer saat itu tetapi diungkapkan dengan kata-kata yang indah.
Begitu pula saat Sutikno berada dalam penjara. Ketika itu ia berada dalam penjara tanpa melalui proses pengadilan, sehingga sejak 1969 dan dibebaskan pada 1979. Ia menulis berbagai puisi yang menggambarkan kacau dan semrawutnya zaman ketika itu. Puisi-puisi yang ditulis Sutikno mencoba membangkitkan semangat para manusia untuk bisa merasakan kemenangan dan kebebasan. Sehingga menegakkan harkat dan martabat manusia.
Terharu dan merinding ketika membaca buku ini. Seketika ikut merasakan bagaimana kondisi masyarakat kala itu. Terkadang ikut hanya dalam khayalan yang menggambarkan betapa kejamnya rezim militer saat itu. Namun ada semangat untuk menjadi manusia yang berjiwa lapang dan berkemanusiaan setelah membaca buku ini .
Kumpulam puisi Sutikno W.S “Nyanyian dalam Kelam” adalah sebuah kumpulan puisi yang sukses dan nikmat untuk dibaca, patut dimiliki oleh setiap orang terutama para penggemar sastra, anti Lekra maupun Lekra


Daftar Pustaka
Wiyatmi (2009). Pengantar Kajian Sastra. Cetakan ke-3. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher
Sutikno WS ( 2010). Nyanyian dalam Kelam. Cetakan ke-1. Bandung: Ultimus
Sayuti, Suminto A (2008). Berkenalan dengan Puisi. Yogyakarta: Gama Media

Komentar

Postingan Populer